.

.

Jumat, 14 Mei 2010

"TABAYYUN"


"Hati-Hati Jika Anda Berperkara dan Memutuskan Perkara"

"Hai orang-orang yang beriman,apabila orang-orang fasik datang membawa
berita kepadamu,maka periksalah lebih dahulu dg seksama.Supaya kamu
jangan sampai mencelakakan orang lain tanpa mengetahui keadaannya
sehingga kamu akan menyesal atas kecerobohanmu itu".(Q.S. Al-Hujurat
6)
Sesuatu yang sangat mengesankan dari antara etika memutuskan perkara
ialah ucapan mereka,"Jika datang seseorang berperkara kepadamu dalam
keadaan matanya yg sebelah tercungkil,maka janganlah anda tergesa-gesa
memutuskan hukum untuknya sehingga orang yang di adukan itu datang
juga.Karena boleh jadi ia akan datang dalam keadaan kedua matanya
tercungkil.
Ucapan tersebut adalah suatu perkataan yg benar,yg shahih.Kebanyakan
kesalahan manusia di dalam memutuskan suatu perkara ialah karena
tergesa-gesanya mereka menerima pengaduan-pengaduan yang bersifat
dhahir yang menipu,perkataan-perkataan yang mempesona dan
pengaduan-yang mengesankan.Oleh karena itu Rasulullah saw.
memperingatkan: Artinya: "Wahai sekalian manusia! Sesungguhnya
kalian berperkara kepadaku, sedangkan aku hanya manusia biasa. Mungkin
sebagian dari kamu lebih pintar mengemukakan alasan daripada yang
lain, (sehingga aku putuskan perkara untuknya sesuai dengan alasan
yang di kemukakannya) maka barang siapa yang kuputuskan untuknya
adalah hak saudaranya meskipun sejengkal (tanah umpamanya), maka
keuntungan yang di perolehnya itu adalah sepotong dari api neraka.
Karena itu terserahlah kepadanya, apakah ia ambil atau ia biarkan"
(H.S.R. Bukhari,Muslim,Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Nabi Dawud a.s. mempunyai hari tertentu untuk beribadah kepada
Tuhannya. Pada hari dimana beliau sedang menekunkan diri beribadah
itu, tiba-tiba ada dua orang berperkara dengan melompat dinding
sehingga beliau merasa terkejut,kemudian menanyakan keperluan mereka.
Si pendakwa maju sambil berkata; "Saya mempunyai seekor kambing dan
saudara ini mempunyai 99 ekor kambing. Tetapi karena rakusnya ia
berkeinginan meminta kambingku yg satu itu agar kambingnya genap
seratus ekor. Ia terus saja menginginkan yang demikian itu bahkan
dengan kata-kata yang pedas menyakitkan, kemudian memaksaku dengan
kekuatan." Nabi Dawud sangat terkesan oleh alasan dan penjelasan yang
di kemukakan laki-laki itu dan merasa tessakiti oleh ketamakan dan
kezhaliman yang satunya itu padahal dia kaya. Lalu dengan cepat beliau
menghukum sebelum mendengar jawaban dari yang satunya dengan
mengatakan, "Sesungguhnya dia telah menganiayamu dan memita kambingmu
yang hanya seekor untuk di tambahkan kepada kambingnya".(Q.S. Shaad
24)
Tetapi etika hakim yang adil dan watak peraturan yang utama
menyadarkan beliau dari kelalaian beliau dalam memutuskan dalam tindak
pidana agar beliau mendengarkan jawaban si terdakwa sebagai mana
beliau mendengarkan perkataan pendakwa. Beliaupun sadar bahwa semua
itu adalah suatu uji coba yang telah mengalahkan akal dan
kebijaksanaan beliau sehingga beliau dengan serta merta memohon ampun
kepada Tuhannya dengan tunduk ruku' dan bertaubat. Allah pun lalu
mengampuninya dan menghiburnya bahwa akan di perolehnya kedudukan yang
dekat di sisi-Nya dan tempat kembali yang sebaik-baiknya. Kemudian ia
tilikkan pandang kepada kelalaian Nabi Dawud menjaga dirinya dan
mengurus perkara, firman-Nya; "Wahai Dawud! Kami telah menjadikanmu
penguasa di muka bumi. Karena itu tetapkanlah keputusan perkara di
antara manusia dengan adil. Jangan engkau turuti hawa nafsumu, karena
ia akan menyesatkanmu dari jalan Allah". (Q.S. Shaad 26)
Allah mengancam orang-orang yang menyelisihi perintah-Nya dan
menghukumi perkara tanpa berdasarkan keterangan keterangan yang benar
lantas menyesatkan manusia dari petunjuk dan dari jalan yang lurus,
firman-Nya: "Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah itu
akan mendapat siksaan yang berat, karena melupakan hari perhitungan".
(Q.S. Shaad 26)
Kepada orang-orang yang bekerja memutuskan hukum perorangan maupun
terhadap segala peristiwa, yang cuma mau mendengarkan alasan-alasan
sepihak saja, aku ucapkan buat anda suatu kata; "Sesungguhnya anda,
wahai saudara, telah menganiaya diri anda sendiri dengan
menyembunyikan kebenaran; anda telah menganiaya kebenaran dan logika
karena anda telah berpaling kepada sesuatu tanpa alasan yang benar dan
bukti yang nyata;anda telah menganiaya terhadap akal anda karena anda
telah menyia-nyiakannya dari aktifitasnya yang memang dia di ciptakan
oleh Allah untuk itu dan telah di bedaka-Nya anda dengannya dari
makhluk yang lain. Kemudian anda zhalimi pula orang lain dengan
menjatuhkan vonis yang tidak benar dan menempatkan mereka pada
proporsi yang tidak sewajarnya serta anda selisihi pesan Allah
terhadap anda ketika ia bertitah; "Wahai orang-orang yang
beriman,apabila orang-orang fasik datang membawa berita kepadamu, maka
periksalah terlebih dahulu dengan seksama.Supaya kamu jangan sampai
mencelakakan orang lain tanpa mengetahui keadaannya sehingga kamu akan
menyesal atas kecerobohanmu itu". (Q.S. Alhujurat 6).
Pernah ada seorang laki-laki datang kepada Amirul Mukminin Ali
Karramallahu Wajhahu dengan menghasud orang lainnya dan menyampaikan
kata-kata yang jelek tentang dia. Lalu Ali memegang orang itu dengan
tangannya seraya berkata, "Wahai engkau! Jika aku mau memper temukan
engkau dengan saudaramu itu untuk memperoleh keterangan yang nyata
tentang kebenaran ucapanmu itu, niscaya aku telah berterima kasih
atasmu meskipun engkau benar, sebab perumpamaanmu dengan dia itu
adalah seperti yang dikatakan oleh orang-orang dahulu"